Didik Nini Thowok: Lebih dari Sekadar Penari

Didik Nini Thowok dalam acara Ganjuran Festival di Sumbermulyo, Bantul, DIY pada Rabu(24/8/2024) (Sumber: Instagram @dahono)


JAGATBUDAYA.com - Nama Didik Nini Thowok sudah tidak lagi asing di telinga masyarakat Indonesia. Maestro tari Indonesia ini memulai kariernya sebagai seniman tari di jalanan Malioboro, Yogyakarta. Dengan bakat yang dimilikinya, serta semangat untuk terus melestarikan budaya, membuat ia berhasil menjadi seorang seniman lintas gender yang karyanya diakui dunia. 

Penari, koreografer, dan pengajar bernama asli Didik Hadiprayitno ini lahir di Temanggung, 13 November 1954. Ia lahir dari pasangan Tionghoa dan Jawa, sehingga maestro yang kerap disapa Didik ini memiliki nama lahir Kwee Tjoen An. Kehidupan masa kecil Didik serba pas-pasan, sehingga ia lebih banyak membantu pekerjaan rumah dibandingkan bermain dengan teman-teman sebayanya. 

Didik memulai langkah seninya dengan berkuliah di ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia) di Yogyakarta. Selama berkuliah, Ia selalu memukau dosen serta teman-temannya dengan tarian yang cantik dan gemulai. Ia menggeluti berbagai tarian selama masa kuliahnya, seperti tari Manipuri, fragmen tari Ande-Ande Lumut, hingga fragmen tari yang membesarkan namanya, yaitu Nini Thowok. 

Didik terkenal dengan keterampilannya dalam mengolah koreografi yang menggabungkan tarian klasik, rakyat, modern, hingga komedi dalam balutan tari lintas gender. Selain itu, Didik juga rajin mendalami berbagai tarian daerah seperti Sunda, Bali, dan Cirebon. Tarian yang dibuatnya berhasil menunjukkan kemurnian dan keanggunan dari setiap ide dan gagasan yang ia miliki. 

Tarian yang dibawakan oleh Didik selalu mengeksplorasi identitas gender melalui gerakan dan cerita dalam tariannya. Melalui karya-karyanya, Ia menunjukkan bahwa tari merupakan bahasa yang universal tanpa sekat gender yang dapat mempersatukan manusia. Ia berani melampaui berbagai stereotipe yang diciptakan masyarakat untuk menampilkan tarian sebagai bentuk seni yang inklusif dan bebas. 

Dikutip dari wawancaranya bersama Kompas.com, Jumat (9/8) Didik menyampaikan diskriminasi yang terjadi padanya sudah ia terima sejak kecil. Meski demikian, ia tetap melewatinya dengan tegar dan terus konsisten berkarir hingga sekarang. Ia berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa kesenian terutama tari tidak pernah terbatas pada gender, melainkan ekspresi kebebasan diri. 


Penulis : Maharani Satwikazahra C. 

Editor : Devita Melanie Candra

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama