Jejak Legenda: 3 Maestro Keroncong yang Mewarnai Perkembangan Musik di Indonesia

Foto Gesang Martohartono, seorang maestro keroncong Indonesia yang terkenal dengan lagunya “Bengawan Solo” yang diciptakan pada tahun 1940. (Dokumentasi: Andhika Betha/ANTARANEWS)

JAGATBUDAYA.com - Musik keroncong merupakan salah satu jenis musik di Indonesia yang memiliki latar belakang pembentukan yang unik. Hal ini dikarenakan, musik keroncong lahir dari persilangan antara budaya barat dan timur. Musik keroncong menjadi penampilan yang paling disukai oleh orang-orang Indo-Eropa kelas bawah sebelum kepopuleran radio dan piringan hitam. Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh dari situs Indonesia.co.id, musik ini dibawa oleh orang Portugis ke Kampung Tugu dan kemudian berkembang ke daerah lainnya. 

Hingga kini, musik keroncong masih mendapatkan tempat dihati penikmat musik tanah air. Suksesnya musik keroncong di Indonesia ini tidak lepas dari peran sosok di balik layar yang turut mempopulerkan musik ini melalui sebuah karya. Berikut 3 maestro keroncong Indonesia yang terkenal dengan karyanya melalui musik keroncong: 

1. Gesang Martohartono

Gesang Martohartono atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gesang ini merupakan salah satu maestro keroncong Indonesia yang melegenda. Ia lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 1 Oktober 1917 dan menghembuskan nafas terakhirnya pada 20 Mei 2010 di usia 92 tahun, di Surakarta, Jawa Tengah. 

Ia dikenal ketika lagu miliknya yaitu “Bengawan Solo”, sering dinyanyikan oleh penjajah Jepang pada masa itu. Pada usianya yang masih tergolong muda yakni 23 tahun, lagu Bengawan Solo berhasil mengantarkannya keliling Asia. Bahkan lagu ini menjadi lagu yang melegenda di kancah dunia setelah diterjemahkan dalam 13 bahasa termasuk Jepang, Inggris, Rusia, dan Mandarin (kompas.tv). Kemudian pada tahun 1983 Jepang memberikan penghargaan kepada Gesang dengan mendirikan “Taman Gesang” yang berlokasi di dekat Sungai Bengawan Solo. Penghargaan ini diberikan atas jasanya dalam perkembangan musik keroncong di mata dunia. 

Berikut beberapa karya yang diciptakan oleh Gesang dan masih terus eksis hingga sekarang: “Jembatan Merah”, “Saputangan”, “Roda Dunia”, “Pandanwangi”, “Borobudur”, “Sebelum Aku Mati”, “Ali-ali”, dan masih banyak lagi. Walaupun sudah tiada, namanya akan tetap abadi di dalam karya-karyanya dan di hati masyarakat Indonesia. 

2. Waldjinah

Pelantun lagu “Suwe Ora Jamu” yang lebih dikenal dengan julukan “Ratu Keroncong” ini memiliki nama asli Waldjinah, lahir di Solo pada 7 November 1945. Sejak kecil Waldjinah sudah sangat akrab dengan musik keroncong, hal ini lah yang menumbuhkan kecintaan Waldjinah kepada musik keroncong. 

“Ayah saya kalau bersenandung itu menggunakan lagu keroncong jawa. Kalau ibu saya, sangat sering menyanyikan lagu keroncong untuk menidurkan saya. Saya juga banyak belajar dari Kakak saya tentang musik keroncong ini” ujar Waldjinah saat wawancara bersama Antara TV Indonesia. 

Ia mengawali jenjang karirnya melalui kontes Ratu Kembang Katjang pada tahun 1958 dan berhasil menjadi juara pada kontes tersebut. Melalui kontes ini lah kemudian nama “Ratu Keroncong” didapatkan sebagai julukannya. Album pertama yang dirilis oleh Waldjinah berjudul “Walang Kakek” yang dirilis pada tahun 1967 dan lagu ini lah yang melambungkan namanya sebagai penyanyi musik keroncong. 

Pada tahun 1968, ia bersama beberapa penyanyi lainnya yaitu Enny Koesrini dan Sri Rahadjeng, merilis album kompilasi berjudul “Elingo Beboyo Margo”. Album-album yang dirilis Waldjinah biasanya diiringi oleh orkes yang ia pimpin sendiri yaitu Orkes Keroncong Bintang Surakarta. 

Berkat karya-karyanya yang luar biasa, pada tahun 2002, ia menerima anugerah seni dari Yayasan Musik Hanjaringrat, Surabaya bersama dengan komponis Gesang dan seniman lainnya. Lalu pada tahun 2013 ia menerima anugrah kategori “Legend Award” dan tahun 2017, alum “Penglipur Wuyung”  menjadi pemenang kategori “Karya Produksi Keroncong/Keroncong Kontemporer/Langgam/Stambul Terbaik” yang diberikan oleh Anugerah Musik Indonesia. 

Beberapa karyanya antara lain “Ratu Kembang Katjang”, “Walang Kakek”, “Putri Solo”, “Kethek Ogleng”, “Kacu Biru”, “Ciu Gambar Manuk”, “Alus Koyo Salju”, “Andhe-andhe Lumut”, “Suwe Ora Jamu”, dan masih banyak lagi. 

3. Kusbini

Siapa sangka, pencipta lagu “Bagimu Negeri” merupakan sosok penggiat musik yang lahir melalui musik keroncong. Ia adalah Raden Kusbini atau dikenal dengan panggilan Kusbini. Kusbini lahir pada 1 Januari 1910 di Mojokerto dan menghembuskan nafas terakhirnya pada 28 Februari 1991 di Yogyakarta saat dirinya berusia 81 tahun. 

Kusbini merupakan salah satu sosok legendaris dibalik populernya musik keroncong di Indonesia. Berawal dari ketertarikannya terhadap musik keroncong, ia kemudian mencoba untuk mendalami musik keroncong dengan cara mengamati, mengumpulkan, dan mencatat lagu-lagu keroncong. Berkat ide dan inovasi yang cemerlang dari Kusbini, lahirlah musik keroncong dengan model orkestra yang lebih modern. Ide ini kemudian dituangkan dalam sebuah lagu berjudul “Kewajiban Manusia”, yang kemudian lagu dan tipe musik keroncong orkestra ini mulai disukai masyarakat. 

Ia juga terlibat dalam beberapa komunitas musik sebagai penyanyi dan juga pembuat aransemen seperti JISTO, De Nachtegaal, Studio Orkes Nirom Surabaya, Orkes Andalas, dan The Melody Band (perpus.bbpmpmpjabar.kemendikbud.co.id). Beberapa karya musik keroncongnya antara lain: “Keroncong Purbakala”, “Keroncong Moresko”, “Bintang Senja Kala”, “Pamulatsih”, “Keroncong Sarinande”, “Nina Bobo”, “Dwi Tunggal”, dan “Ngumandang Kenang”. Selain itu, ia juga menulis beberapa karya berupa buku yang membahas tentang musik seperti: “Kumpulan Lagu-Lagu Keroncong Indonesia”, “Sejarah Musik Keroncong Indonesia”, “Biktat Gitar”, “Diktat Vokal” dan masih banyak lagi. 

Setelah kepergiannya, namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Yogyakarta yaitu Jl. Kusbini yang menggantikan nama Jl. Jetisharjo, dan juga diabadikan sebagai  nama Bandar Udara Internasional Raden Kusbini, Pandeglang. 


Dengan warisan yang kaya dan pengaruh yang mendalam, musik keroncong tetap hidup dan berkembang di Indonesia. Karya-karya Gesang Martohartono, Waldjinah, dan Kusbini tidak hanya menjadi simbol keindahan seni, tetapi juga mencerminkan perjalanan budaya yang beragam. Melalui dedikasi dan inovasi mereka, musik keroncong terus menginspirasi generasi baru, menjaga semangat dan identitas budaya Indonesia. Mari kita lestarikan dan nikmati keindahan musik keroncong yang abadi ini.


Penulis : Devita Melanie Candra

Editor : Anisah Kurnia Rahmawati

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama