Eko Pece: Dari Astambul ke Panggung Dunia, Menginspirasi Melalui Tari

Eko Pece saat membawakan karya bertajuk “Salt” dalam karya Trilogy of Dancing Jailolo pada Minggu (12/11/2018) di omunitas Salihara, Jakarta

JAGATBUDAYA.com - Eko Pece merupakan pria kelahiran Astambul, Kalimantan Selatan pada 26  November 1970 yang memiliki nama asli Eko Supriyanto. Eko Pece berkarir sebagai penari, koreografer, dan juga dosen. Sedari kecil, Eko sudah sangat dekat dengan kesenian terutama tari. Kakeknya, Djojoprayitno, merupakan penari wayang orang Sri Wedari yang berasal dari Solo. 

Pada podcast bersama Bentara Budaya pada (27/2/2023), Eko mengungkapkan bahwa setiap keluarga, terutama laki-laki, memiliki kesempatan untuk belajar bersama kakeknya. Melalui tradisi ini, Eko melakukan semacam pelatihan yang ia akui menjadi sarana untuk lebih mengenal dan memahami seni, terutama seni tari. Setelah lulus SMA, ia mulai terjun ke dunia sanggar tari, meskipun sempat merasa minder karena tidak berasal dari SMKI. Dari pengalaman tersebut, motivasinya berkembang untuk menjadi seorang koreografer yang mampu menciptakan tarian. 

Namanya mulai dikenal secara internasional ketika ia ditunjuk oleh Madonna sebagai penata tari untuk 268 konsernya di berbagai negara. Selain itu pertunjukan “Lion King”, teater yang ditampilkan di Broadway New York, Amerika Serikat, tidak terlepas dari perannya. Ia juga menjadi penata tari di ajang Miss World 2013 yang diselenggarakan di Bali dan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. 


Riwayat Pendidikan Eko Pece

Ketertarikan Eko di dunia seni menjadi alasan kuat bagi ia melanjutkan pendidikan di ranah seni. Eko menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) pada tahun 1990-1997 dan mendalami tari Jawa dengan S. Maridi dan S. Ngaliman, serta mempelajari tarian daerah lainnya dan koreografer dari Soenarno dan S. Permardi. Kegigihannya dalam mencari ilmu tidak bisa dipungkiri lagi, disela kesibukannya di kampus, ia tetap berlatih dengan guru dari luar kampus yaitu Suprapto Suryodarmo dan Sardono W. Kusumo.

Sejak kuliah, ia juga sudah aktif dan cukup sering menciptakan koreografer tarian. Hal ini dibuktikan saat ia berhasil tampil sebanyak 2 kali di Indonesian Dance Festival (IDF) bersama Lah (1994) dan Leleh (1996). Kesempatan tampil di IDF ini lah yang kemudian mengantarkannya ke American Dance Festival (ADF 1997) yang diselenggarakan di Durham, North Carolina dan Asia Pacific Performance Exchange (APPEX 1997) di Los Angeles, Amerika Serikat. 

Setelah lulus dari STSI, ia melanjutkan studi di University of California, Los Angeles (UCLA) pada bidang World Arts and Culture. Di UCLA, Eko mempelajari teknik tari modern, improvisasi, dan koreografi di bawah bimbingan David Rousseve, Simone Forti, Victoria Marks, dan Angelia Leung. Selain itu, ia juga aktif berpartisipasi dalam APPEX (1999, 2001) dan bekerja sama dengan seniman dari berbagai wilayah di Asia dan Amerika Serikat. Selama di Los Angeles, Eko bertemu sutradara opera Peter Sellars, yang mengundangnya sebagai penari dan koreografer untuk produksi Le Grand Macabre (1998) yang ditampilkan di Chatelet Theatre di Paris dan Covent Garden, London (1999). Eko juga pernah menjadi penari untuk penyanyi pop Amerika, Madonna, dalam tur "Drowned World" (2001) di Eropa dan Amerika Serikat. 

Pada tahun 2008 ia melanjutkan studinya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan mengambil Program Doktor Studi Pertunjukan. Tahun 2015 ia berhasil meraih gelar doktor pada bidang kajian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa, sehingga ia menyandang gelar double doktor. 


Perjalanan Karir Eko Pece

2002

  • Penari Opera Diponegoro Sardono W Kusumo
  • Penari dalam Shakti karya Maxine Haener (Kanada) yang diselenggarakan di Teater Utan Kayu, Jakarta
  • Penampil di Pasar Tari Kontemporer, Pekan Baru, Riau
  • Penampil di Asian Contemporary Dance Festival di Osaka

2003

  • Mendirikan Solo Dance Studio 
  • Prang Buta untuk Festival Seni Surabaya
  • Penampil dalam Festival Kesenian Yogyakarta  
  • Opera Peter Sallars Love Could untuk Theatro Picolo di Venezia, Italia

2005-2009

  • Koreografer Dhaup untuk STSI Surakarta (2005)
  • Koreografer Opera Ronggeng (2005)
  • Penari dan penata tari di film Garin Nugroho yang bertajuk Opera Jawa (2005)
  • Terlibat kembali pada Opera Peter Sellars Flowering Tree (2006) di Wina, Austria untuk New Crowned Hope Festival
  • Koreografer film Garin Nugroho bertajuk Generasi Biru (2009)
  • Artist in Residence” MAU Forum di Auckland, Selandia Baru 
  • Penari dalam The Tempest karya Lemi Ponifasio.

2013-2018 

  • Penata Tari Miss World 2013 di Bali (2013)
  • Penata Tari untuk upacara pembukaan dan penutup Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang (2018)

Eko Pece bukan hanya sekadar seniman; ia adalah jembatan antara tradisi dan inovasi dalam dunia tari. Dengan perjalanan yang mengesankan dari Astambul hingga panggung internasional, Eko telah membuktikan bahwa dedikasi dan kecintaannya pada seni dapat membuka peluang yang tak terbatas. Melalui karya-karyanya yang menginspirasi, ia tidak hanya mengangkat budaya Indonesia di pentas global, tetapi juga memberikan dorongan bagi generasi muda untuk mengejar impian mereka di dunia seni. Dengan terus mengajar dan berkarya, Eko Pece akan selalu menjadi sosok yang menggerakkan dan menginspirasi di dunia tari, juga mengajak kita semua untuk merayakan keindahan dan kekayaan seni pertunjukan.


Penulis: Devita Melanie Candra

Editor: Anisah Kurnia Rahmawati


 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama