Aksara Jawa: Transformasi yang Tak Lekang Oleh Waktu


        Siswa SMA dan guru MGMP Jogja tandai landmark di Google Maps Jogja dengan aksara Jawa untuk lestarikan
        budaya lokal.

Aksara Jawa, sebuah warisan budaya yang mencerminkan identitas masyarakat Jawa, yang terus berkembang di tengah perkembangan zaman. Dari prasasti kerajaan hingga naskah sastra, aksara ini pernah berjaya sebagai alat komunikasi utama pada abad ke-14. Namun, eksistensi aksara Latin pada masa kolonial menggeser perannya hingga hanya bertahan dalam seni dan ritual budaya. Kini, era digital menawarkan harapan baru dengan digitalisasi aksara Jawa, membuka peluang untuk kembali memperkuat penggunaan di kehidupan modern.

Sejarah Aksara Jawa

 

Dari Keyboard Aksara Jawa Hingga Google Maps

                                        Keyboard aksara Jawa yang telah memenuhi SNI (sumber: dokumentasi reporter jagabudaya.com)

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai salah satu daerah yang kaya akan nilai kebudayaan dan tradisi, sangat fokus terhadap perkembangan aksara Jawa di Indonesia. Pemerintah DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY berkomitmen untuk melestarikan dan mengembangkan aksara Jawa, terutama di DIY. Hal ini tercermin dalam kedudukan aksara Jawa sebagai aksara daerah yang dicantumkan secara jelas di BAB II Bagian 4 Peraturan Gubernur DIY No. 43 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 2 Tahun 2021 mengenai Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa. Salah satu upaya pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan digitalisasi aksara Jawa.

Digitalisasi aksara Jawa merupakan aksi nyata yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan DIY untuk memastikan aksara ini tetap digunakan di era modern. Setya Amrih Prasaja, Kepala Seksi Sastra dan Bahasa di Dinas Kebudayaan DIY, mengatakan bahwa aksara Jawa tidak pernah punah, tetapi hanya berganti media penggunaannya. “Sebenarnya, jika melihat kemampuan orang untuk menulis manual, sudah sangat jarang ditemui. Namun, dari sisi digitalisasi, aksara Jawa telah mengalami perkembangan yang pesat dan sangat memungkinkan untuk kembali digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari,” ungkap Amrih saat ditemui jagatbudaya.com pada Selasa (19/9/2024).

Sejak 2009, aksara Jawa, bersama aksara Sunda, Bali, Kawi, dan Pegon, telah terdaftar di Unicode. Standarisasi penggunaan font dan tata letak keyboard juga telah tersertifikasi oleh Badan Standarisasi Nasional, dengan SNI 9047:2023 untuk Font (Font) Aksara Nusantara dan SNI 9048:2023 untuk Tata Letak Papan Tombol Aksara Nusantara. Untuk menggunakan aksara Jawa di ranah digital, font aksara Jawa dapat diunduh melalui link ini https://aksaradinusantara.com/fonta/nyk-ngayogyan.font .

Dengan adanya digitalisasi ini, Pemerintah DIY memanfaatkan peluang untuk melestarikan aksara Jawa. “Sekarang ini, sudah cukup banyak nama jalan di Google Maps yang menggunakan aksara Jawa. Ini dilakukan oleh teman-teman pelajar di DIY,” ujar Amrih.

Amrih menambahkan, walaupun sudah terdaftar di Unicode, yang menjadi permasalahan saat ini adalah aksara Jawa di Unicode baru berada di level 7, yaitu Limited Uses, yang berarti hanya orang tertentu saja yang bisa menggunakannya. Upaya yang sedang dilakukan adalah pengajuan untuk naik ke level 5, yaitu Recommended Uses, agar semua orang dari berbagai kalangan dapat menggunakan font aksara Jawa ini.

Saat ini, penggunaan font aksara Jawa telah diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah di DIY. Hal ini dilakukan agar siswa/i lebih mudah belajar aksara Jawa, mengingat gadget menjadi hal yang sering dijumpai dan digunakan sehari-hari. 

Selain digitalisasi, salah satu amanah dari Kongres Aksara Jawa pada 2021 silam adalah mengkampanyekan aksara Jawa. Salah satu cara yang juga sudah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan DIY adalah dengan menerbitkan tabloid “CaraKita”. Carakita merupakan tabloid yang berisikan tulisan-tulisan aksara Jawa dengan pendekatan yang merujuk pada anak muda. Tabloid ini diberikan secara gratis ke sekolah-sekolah di DIY sebagai upaya agar aksara Jawa akan semakin dikenal dan digunakan oleh generasi mendatang.

Beberapa Inovasi Dalam Dunia Pendidikan

Pemajuan kebudayaan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 oleh pemerintah daerah dilakukan melalui pendidikan. Hal ini merupakan upaya yang ditempuh agar sumber daya manusia di bidang kebudayaan dapat mencapai tingkatan mutu yang diharapkan. Langkah yang dilakukan diantaranya melalui pendidikan formal pada sekolah dan perguruan tinggi serta pendidikan non formal pada komunitas.

Sejak menjadi bagian dari mata pelajaran muatan lokal pada kurikulum pendidikan tahun 2006, pendidikan Bahasa Jawa terus mengalami perkembangan di masing-masing daerah. Menurut Dosen Universitas Negeri Yogyakarta, Ghis Nggar Dwiadmojo, perbedaan dasar kurikulum di setiap daerah, menghambat pelaksanaan pendidikan Bahasa Jawa di jenjang Perguruan Tinggi. “Pada level awal, latar belakang siswa yang berasal dari beragam daerah menjadi kendala dalam proses pembelajaran aksara Jawa di perkuliahan. Karena tidak semua mahasiswa (Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa di UNY) pernah belajar aksara Jawa di sekolah,” papar Dosen Filologi dan pengamat aksara tersebut saat diwawancarai oleh Jagatbudaya.com pada Kamis (24/11/2024). Hal ini, lanjutnya, terjadi karena tidak semua mahasiswa berasal dari DIY, Jawa Tengah, atau Jawa Timur. Ada juga yang dari luar wilayah tersebut.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67, 69 dan 70 Tahun 2013 mengatur integrasi mata pelajaran bahasa daerah dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya atau dapat dipisah sebagai mata pelajaran muatan lokal apabila dirasa perlu. Melalui aturan dasar tersebut, pemerintah Provinsi DIY mengeluarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 64 Tahun 2013 yang mengatur pelaksanaan mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai muatan lokal wajib bagi sekolah dasar dan menengah. Dengan adanya landasan hukum tersebut, siswa dapat memahami nilai-nilai pendidikan berlandaskan etika, estetika, moral, spiritual, dan karakter yang menjadi identitas dan kebanggaan DIY.

Aksara Jawa sebagai warisan adiluhung mulai diperkenalkan kepada siswa di kelas IV Sekolah Dasar/Sederajat. Capaian dasar pengetahuan aksara Jawa terus meningkat pada setiap jenjang kelas. Misalnya, siswa dapat memahami kata dan kalimat aksara jawa, kemudian siswa mampu menulis kata dan kalimat dengan aksara Jawa, sandangan, aksara Swara, pasangan, sandangan Wyanjana, hingga mampu memahami paragraf dan mengetahui filosofi penggunaan aksara Jawa pada jenjang pendidikan menengah. Proyeksi kemampuan siswa terhadap pelestarian aksara Jawa dilakukan oleh tenaga pengajar yang berkualifikasi dan memiliki latar belakang Pendidikan Bahasa Jawa. 

Iswati ketika diwawancarai Jagatbudaya.com mengungkapkan era digital saat ini memberikan tantangan dalam proses pembelajaran. Untuk mendapat perhatian dari siswa-siswanya, ia memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. “Untuk mengatasi hal tersebut, saya minta siswa untuk meng-instal font aksara Jawa pada device yang mereka miliki supaya familiar dengan bentuk aksara Jawa,” tutur guru Bahasa Jawa di SMA Negeri 1 Bantul itu. Iswati menambahkan “saya juga memberikan Teka-Teki Silang (TTS) dengan menggunakan aksara Jawa agar pembelajaran tidak  monoton.” Langkah ini merupakan bentuk dukungan SMA Negeri 1 Bantul dalam mendukung kebijakan Dinas Kebudayaan DIY untuk memelihara, mengembangkan, dan membina aksara Jawa dan sumber daya manusia sesuai dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor 2 Tahun 2021.

Persebaran Komunitas Aksara Jawa di Jogja



Sebagai daerah yang berkomitmen untuk melestarikan aksara Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejumlah komunitas aksara Jawa yang tersebar di berbagai wilayah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Singgih Indarta, ketua dari komunitas Sega Jabung, persebaran komunitas aksara Jawa dapat dilihat pada peta di atas.

Persebaran komunitas aksara Jawa paling banyak terdapat di Kabupaten Bantul, dengan total 8 komunitas yang aktif di daerah ini. Komunitas-komunitas tersebut meliputi: Komunitas Sega Jabung, Dipa Aksara, Geliat Mraja, Jangkah Nusantara, Kembang Cengkir, Lintang Aksars, Kampung Aksara Pacibita, dan Omah Caraka. Selanjutnya, di Kabupaten Sleman terdapat 7 komunitas aksara Jawa, antara lain: Kampung Aksara Bangunkerto, Komunitas Geberjawa, Griya Jawakrasa, Purwasaroja,  Rotjingaksara, dan TBM Wijaya Kusuma. 

Kota Yogyakarta memiliki 2 komunitas aksara Jawa, yaitu Komunitas Kluwak dan Sanggar Seni Kinanti Sekar. Sementara itu, Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul masing-masing memiliki 1 komunitas, yaitu Komunitas Langgam Aksara di Kulonprogo dan Daksinargaksar di Gunungkidul. 

Dengan adanya perkembangan komunitas aksara Jawa di DIY, masyarakat diberikan peluang untuk belajar dan berpartisipasi dalam melestarikan aksara Jawa. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan penggunaan aksara Jawa di kalangan generasi muda.

Meski aksara Jawa menghadapi tantangan, seperti standarisasi pendidikan dan adaptasi teknologi, berbagai upaya pelestarian terus digencarkan. Digitalisasi, pendidikan, dan aktivitas komunitas menjadi ujung tombak keberlanjutan aksara ini. Dengan dukungan pemerintah dan antusiasme masyarakat, aksara Jawa tidak hanya bertahan sebagai simbol budaya, tetapi juga berkembang menjadi  identitas modern masyarakat Jawa. Masa depan aksara Jawa, kini berada di tangan generasi muda untuk terus mewarisinya.

Penulis : Devita Melanie Candra, Agus Ninja Nurul Chikam, Dea Arda Rikia


1 Komentar

Lebih baru Lebih lama